Judul Buku : Mencari Belerang Merah, Kisah Hidup Ibnu ‘Araby
Penulis : Claude Addas
Penerjemah : Zaimul Am
Penerbit : Serambi, Jakarta
Cetakan : I, Juli 2004
Tebal : 474 halaman
(dimuat di harian SURYA, tahun 2005)
Dalam sejarah peradaban Islam, terutama dalam bidang tasawuf, Ibnu ‘Arabi adalah seorang sufi yang fenomenal dan kontroversial. Pikiran-pikiran mistiknya, yang lebih banyak bersumber dari pengalaman riil kehidupannya, seringkali nyleneh dan mengangkangi kemapanan yang ada ketika itu. Ia dengan lantang menyampaikan pengalaman mistiknya --yang dialami secara langsung selama dalam pengembaraan menelusuru lorong-lorong aneh yang tidak selamanya berdimensi ruang dan waktu—yang samasekali berbeda warna dengan ajaran yang selama ini telah dianut oleh masyarakat luas. Akibatnya adalah para fukaha’ dan teolog menjadi “risau” dan tidak jarang yang mengalungkan lebel “kafir” dan murtad di pundaknya, karena dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Silang pendapat seperti itu merupakan hal yang wajar terjadi mengingat adanya cara pandang yang berbeda dalam memahami teks-teks keagamaan, utamanya Alqur’an. Ahli fikih dan teolog lebih bersifat tekstual sementara Ibnu ‘Arabi tampil dengan menggunakan perspektif tasawuf falsafi. Perbedaan perspektif ini pula yang kemudian melahirkan kelompok “mayoritas” dan “minoritas”. Akan tetapi, dalam ke-minoritas-annya, Ibnu ‘Arabi tetap saja mampu menawarkan pesona yang luar biasa, terutama dalam bidang metafisis-ontologis, karena ternyata dia mampu melakukan eksplorasi yang akurat, kontemplatif, rasional dan bahkan kritis-demonstratif tentang hakikat Tuhan dan alam raya.
Buku yang ditulis oleh Claude Addas ini –penulis buku terkenala The Voyage of No Return, mencoba menghadirkan pergulatan pemikiran Ibnu ‘Arabi dalam bidang tasawuf, termasuk rekaman perjalanannya dalam pencarian mencapai “belerang merah” (al-kibrit al-ahmar: sebuah kiasan yang menunjukkan kesempurnaan derajat spiritual yang dicapai oleh seorang wali. Hal. 169). Dengan menggunakan pendekatan sejaran, Addas mencoba merunut seluruh perjalanan hidup dan pemikiran Ibnu ‘Arabi, secara utuh dan nyaris sempurna. Dengan lihai dan amat cermat Addas menyatukan, merangkai dan mengaitkan semua peristiwa sejarah yang terjadi selama masa hidup Ibnu ‘Arabi dengan peristiwa yang dijalani dan dialami oleh Ibnu ‘Arabi sendiri sepanjang kehidupannya, sejak masa kanak-kanak hingga wafat.
Meskipun mengikui alur biografis dalam pemaparannya, Addas tetap mampu melakukan pembacaan yang cermat terhadap kehidupan Ibnu ‘Arabi dalam bingkai sosial, budaya dan politik pada zamannya, yang ditandai dengan tiga peristiwa sejarah yang begitu memililukan: Reconquista di Barat, Perang Salib dan serbuan tentara Mongol. Semua pendapatnya dalam buku ini, merujuk langsung kepada literatur asli yang amat banyak jumlahnya, terutama yang masih berbentuk manuskrip, termasuk yang berbentuk sama’ (ijazah pembacaan).
Inilah kelebihan utama yang dimiliki Addas, yang tidak dimiliki oleh para penulis tentang Ibnu ‘Arabi sebelumnya seperti Nicholson, Nyberg, Asin Palacios dalam Islam Cristianizado dan Vida de Abenarabi bahkan karya besar Hanry Corbin dalam L’Imagination Creatrice Dans le Soufisme d’Ibn ‘Arabi. Dengan begitu meyakinkan, Addas seringakli melontarkan kritik “pedas” terhadap mereka sebagai penulis yang telah gagal memahami sejarah secara baik karena tidak akrab dengan literatur historiografi dan hagiogarafi yang ditulis pada masa Ibnu ‘Arabi, seperti risalah Ibnu ‘Arabi yang tidak diterbitkan, bahkan sumber-sumber lain yang sebenarnya bisa diperoleh dengan mudah seperti takmilah-nya Ibn al-Abrar, unwan al-Dirayah-nya Ghubrini dan lain-lain (hal. 16)
Implikasi dari kelalaian ini, menurut Addas, amat fatal, karena ternyata banyak penulis mutakhir yang mengadopsi begitu saja tulisan mereka, tanpa disertai pemiriksaan yang seksama, mendalam dan kritis. Dengan begitu mereka telah mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh penulis sebelumnya, bahkan, lebih parah lagi, mereka malah menambah jumlah kesalahan tersebut.
Penulis : Claude Addas
Penerjemah : Zaimul Am
Penerbit : Serambi, Jakarta
Cetakan : I, Juli 2004
Tebal : 474 halaman
(dimuat di harian SURYA, tahun 2005)
Dalam sejarah peradaban Islam, terutama dalam bidang tasawuf, Ibnu ‘Arabi adalah seorang sufi yang fenomenal dan kontroversial. Pikiran-pikiran mistiknya, yang lebih banyak bersumber dari pengalaman riil kehidupannya, seringkali nyleneh dan mengangkangi kemapanan yang ada ketika itu. Ia dengan lantang menyampaikan pengalaman mistiknya --yang dialami secara langsung selama dalam pengembaraan menelusuru lorong-lorong aneh yang tidak selamanya berdimensi ruang dan waktu—yang samasekali berbeda warna dengan ajaran yang selama ini telah dianut oleh masyarakat luas. Akibatnya adalah para fukaha’ dan teolog menjadi “risau” dan tidak jarang yang mengalungkan lebel “kafir” dan murtad di pundaknya, karena dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Silang pendapat seperti itu merupakan hal yang wajar terjadi mengingat adanya cara pandang yang berbeda dalam memahami teks-teks keagamaan, utamanya Alqur’an. Ahli fikih dan teolog lebih bersifat tekstual sementara Ibnu ‘Arabi tampil dengan menggunakan perspektif tasawuf falsafi. Perbedaan perspektif ini pula yang kemudian melahirkan kelompok “mayoritas” dan “minoritas”. Akan tetapi, dalam ke-minoritas-annya, Ibnu ‘Arabi tetap saja mampu menawarkan pesona yang luar biasa, terutama dalam bidang metafisis-ontologis, karena ternyata dia mampu melakukan eksplorasi yang akurat, kontemplatif, rasional dan bahkan kritis-demonstratif tentang hakikat Tuhan dan alam raya.
Buku yang ditulis oleh Claude Addas ini –penulis buku terkenala The Voyage of No Return, mencoba menghadirkan pergulatan pemikiran Ibnu ‘Arabi dalam bidang tasawuf, termasuk rekaman perjalanannya dalam pencarian mencapai “belerang merah” (al-kibrit al-ahmar: sebuah kiasan yang menunjukkan kesempurnaan derajat spiritual yang dicapai oleh seorang wali. Hal. 169). Dengan menggunakan pendekatan sejaran, Addas mencoba merunut seluruh perjalanan hidup dan pemikiran Ibnu ‘Arabi, secara utuh dan nyaris sempurna. Dengan lihai dan amat cermat Addas menyatukan, merangkai dan mengaitkan semua peristiwa sejarah yang terjadi selama masa hidup Ibnu ‘Arabi dengan peristiwa yang dijalani dan dialami oleh Ibnu ‘Arabi sendiri sepanjang kehidupannya, sejak masa kanak-kanak hingga wafat.
Meskipun mengikui alur biografis dalam pemaparannya, Addas tetap mampu melakukan pembacaan yang cermat terhadap kehidupan Ibnu ‘Arabi dalam bingkai sosial, budaya dan politik pada zamannya, yang ditandai dengan tiga peristiwa sejarah yang begitu memililukan: Reconquista di Barat, Perang Salib dan serbuan tentara Mongol. Semua pendapatnya dalam buku ini, merujuk langsung kepada literatur asli yang amat banyak jumlahnya, terutama yang masih berbentuk manuskrip, termasuk yang berbentuk sama’ (ijazah pembacaan).
Inilah kelebihan utama yang dimiliki Addas, yang tidak dimiliki oleh para penulis tentang Ibnu ‘Arabi sebelumnya seperti Nicholson, Nyberg, Asin Palacios dalam Islam Cristianizado dan Vida de Abenarabi bahkan karya besar Hanry Corbin dalam L’Imagination Creatrice Dans le Soufisme d’Ibn ‘Arabi. Dengan begitu meyakinkan, Addas seringakli melontarkan kritik “pedas” terhadap mereka sebagai penulis yang telah gagal memahami sejarah secara baik karena tidak akrab dengan literatur historiografi dan hagiogarafi yang ditulis pada masa Ibnu ‘Arabi, seperti risalah Ibnu ‘Arabi yang tidak diterbitkan, bahkan sumber-sumber lain yang sebenarnya bisa diperoleh dengan mudah seperti takmilah-nya Ibn al-Abrar, unwan al-Dirayah-nya Ghubrini dan lain-lain (hal. 16)
Implikasi dari kelalaian ini, menurut Addas, amat fatal, karena ternyata banyak penulis mutakhir yang mengadopsi begitu saja tulisan mereka, tanpa disertai pemiriksaan yang seksama, mendalam dan kritis. Dengan begitu mereka telah mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh penulis sebelumnya, bahkan, lebih parah lagi, mereka malah menambah jumlah kesalahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar